Inspiratif Dab! Kisah Wong Yogya Pimpin Microsoft Indonesia

Saturday 10 January 2015

 Inspiratif Dab! Kisah Wong Yogya Pimpin Microsoft Indonesia
Mungkin sebagian besar masyarakat Yogyakarta belum mengenal nama Andreas Diantoro. Tetapi lelaki yang sempat menghabiskan masa kecilnya di Yogykarta tersebut, saat ini menduduki jabatan sebagai Presiden Direktur Microsoft Indonesia.
Berdasarkan penelusuran wartawan Tribun Jogja, Andreas penah mengenyam pendidikan di SMA Bopkri Satu Yogyakarta dan lulus pada tahun 1987. Di sekolahan yang terletak di kawasan Kotabaru tersebut, dia merupakan teman seangkatan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Berdasarkan data yang diperoleh dari SMA Bopkri Satu, Nama lengkap Presiden Direktur Microsoft Indonesia tersebut adalah Andreas Ruddy Diantoro. Saat duduk di kelas tiga dirinya merupakan siswa kelas 3 IPS 1 dengan nomor siswa 11410.
Dorongan untuk menjadi orang sukses telah dimiliki saat Andreas Diantoro masih duduk di bangku SMA. Hal tersebut terbukti di dalam buku kenangan siswa SMA 1 Bopkri Yogyakarta lulusan 1987, dimana dia menyebutkan bahwa bercita-cita menjadi orang sukses di segala bidang, kaya raya, bahagia, kalau mati masuk surga.
Salah satu teman angkatan Andreas Diantoro yang berhasil dihubungi Tribun Jogja Stephanus Christiantoro (46) menceritakan, bahwa semasa SMA Andreas Diantoro dipanggil oleh teman-temannya dengan nama sapaan Aan. berdasarkan certia Stephanus, Aan adalah siswa yang memilki kemampuan menonjol dalam olahraga basket.
"Andreas adalah bintang sekaligus kapten tim basket SMA Bopkri 1 pada masa itu. Beragam kejuaraan berhasil dimenangi SMA Bopkri, dan dia menjadi bintangnya," cerita Stephanus saat dihubungi, Kamis (8/1/2015).
Karena kemampuannya dalam bermain basket, bahkan Andreas Diantoro sempat menjadi atlet nasional junior. Menurut cerita Stephanus, berkat kemampuanya bermain basket, banyak perempuan yang mengidolakan Aan.
Jadi Atlet
Lahir dari kedua orang tua yang merupakan atlet basket, Andreas memiliki ketertarikan yang sama dengan mereka. Saking cintanya, Andreas kecil bercita-cita menjadi atlet basket profesional. Pada masa-masa awal sekolah, dia rutin bermain basket, tujuh hari dalam seminggu.
Namun, hobi yang menjadi obsesi ini mendapat pertentangan. Datangnya tak lain dari ayah yang khawatir anaknya tak bisa memperoleh penghidupan dengan cara demikian.
Menurut Andreas, pada masa itu, hidup sebagai olahragawan memang sulit. Orangtuanya pun menggantungkan nasib pada usaha toko alat-alat kantor.
Maka dari itu, begitu mulai bersekolah di SMA Bopkri 1 Yogyakarta, Andreas dengan berat hati mengikuti anjuran sang ayah. Dia membatasi kegiatan basket dan menghabiskan lebih banyak waktu menyimak pelajaran.
Harapannya, dia bisa lulus ujian akhir Ebtanas dan mengikuti Sipenmaru (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Selepas SMA, Andreas Diantoro berhasil diterima di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Satu angkatan dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Hijrah ke AS
Meski demikian, sebelum sempat mendapat gelar sarjana hukum, setelah baru dua tahun berkuliah di UGM, Andreas hijrah ke Negeri Paman Sam untuk pindah jurusan ke bidang pemasaran, di University of Iowa, pada 1987.
Sebelum pergi, orangtuanya berpesan agar menyelesaikan kuliah secepat mungkin sebelum keluarga kehabisan uang untuk membiayai. Juga agar tak malu pulang kembali apabila studinya gagal.
Wejangan tersebut memotivasi Andreas untuk giat belajar, meski terhalang bahasa Inggris seadanya dan culture shock akibat mendarat di negeri yang jauh berbeda dari tempat asalnya di Yogyakarta.
Beruntung, ada penyetaraan dari masa kuliah yang sudah dijalaninya di UGM sehingga dia bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu tiga tahun.
Terpisah jarak dari orangtua menimbulkan rasa homesick (rindu rumah) yang mendalam, tapi keterbatasan teknologi ketika itu membuat Andreas tak bisa sering-sering menghubungi keluarga.
Biaya telepon mahal, sementara surat butuh waktu hingga 3 minggu sejak dikirim untuk mencapai rumah di Yogyakarta. Maka Andreas terpaksa menahan rasa rindu rumahnya itu, sedikit banyak ini ikut menyumbang ketahanan mentalnya saat di kemudian hari bekerja jauh dari orang-orang tersayang.
Selama melakoni studi di AS, Andreas sibuk mencari pekerjaan paruh waktu untuk menutup biaya hidup. Pada masa inilah Andreas sempat bekerja sebagai pengangkut sampah.
Ia tidak tampak malu mengakui bahwa ia sempat melakoni pekerjaan yang, jika di Indonesia mungkin dianggap kurang sedap. Namun bagaimanapun pekerjaan itu adalah pekerjaan yang baik dan jujur, bukan kriminal.
Setelah sempat menjadi pengangkut sampah, Andreas kemudian mengambil pekerjaan lain sebagai pelipat selimut rumah sakit. "Hingga kini saya bisa melipat selimut dengan rapi," kata Andreas sambil tersenyum.
Kenal TI
Tawaran pekerjaan full time datang beberapa waktu sebelum lulus kuliah dari perusahaan software Babbage's. Perusahaan ini di kemudian hari berevolusi menjadi jaringan ritel permainan video GameStop yang kondang di seantero AS.
Di sinilah persinggungan Andreas dengan dunia TI dimulai. Dia berurusan dengan aneka software pupoler dari masa itu, seperti MS DOS 4.0, Lotus 1-2-3, hingga mesin game PC TurboGrafx dan arcade NeoGeo.
Setelah meraih gelar sarjana dari University of Iowa, Andreas yang mengagumi almarhum mantan presiden Soeharto ini melanjutkan studi ke program Master of Business Administration di Western Illinois University.
Sebelum berkarier di Microsoft, Andreas menghabiskan waktu 11 tahun berkiprah di HP. Pekerjaan yang mengharuskannya menjalani banyak peranan -mulai melayani pelanggan korporat, channel bisnis, hingga pemasaran- menempa dia menjadi seseorang yang paham berbagai macam hal dan seluk-beluk bisnis komputer.
Dari HP, Andreas melompat ke Dell sebagai Managing Director, memimpin bisnis di kawasan Asia Selatan. Dari kantornya di Jakarta, dia mengelola 23 negara yang menjadi tanggung jawabnya. Bepergian ke luar negeri menjadi hal yang sering dilakukan.
Lima tahun bekerja di Dell, Andreas mulai lelah dengan rutinitas yang menuntutnya terbang kesana-kemari. Memasuki tahun ke enam, dia pun mulai mempertimbangkan untuk berkonsentrasi di Indonesia dan membangun jaringan di Tanah Airnya sendiri.
Untuk Indonesia
Pada 15 Februari 2012, Andreas resmi bergabung dengan Microsoft Indonesia sebagai Presiden Direktur. Dia memilih raksasa software itu sebagai tempat berlabuh lantaran merasa cocok dengan misi yang diusung oleh Microsoft.
"Tak seperti perusahaan besar lain dari luar negeri, Microsoft tidak hanya memandang Indonesia sebagai pasar yang luar biasa, tapi juga ikut membangun developer lokal," katanya.
Terlebih lagi, lanjut Andreas, Microsoft kini dipimpin oleh CEO baru bernama Satya Nadella yang tumbuh besar di Hyderabad, India, yang sama-sama merupakan negara berkembang seperti Indonesia.
Latar belakang pimpinannya ini, menurut Andreas, membuat Microsoft mampu memahami tantangan yang dihadapi masyarakat di wilayah-wilayah macam Indonesia dalam mengembangkan potensi diri.
Dia pun bercita-cita memberi sumbangsih pada Indonesia melalui tiga pilar yang dicanangkan oleh Microsoft, yakni transformasi edukasi, pengembangan kewirausahaan, dan kontribusi terhadap pemerintahan yang transparan. (tribunjogja.com)

No comments:

Post a Comment

Komentar