SAYA memang anak pejabat di masa Orde Baru. Tapi, apa yang saya raih
sekarang merupakan hasil kerja keras. Sejak awal, ayah saya memang
mendorong saya menjadi pengusaha supaya menciptakan lapangan pekerjaan
bagi orang banyak.
Pernah, ketika saya belum terjun ke dunia bisnis, saya membuat
lamaran pekerjaan ke Citibank. Mengetahui hal tersebut, ayah saya malah
marah. Ayah berkata, percuma kuliah mahal-mahal di luar negeri kalau
harus mencari pekerjaan.
Akhirnya, saya pun bertekad untuk mencoba merintis bisnis dari nol.
Saya mulai dari usaha dagang. Walau lulusan Amerika, pekerjaan saya di
awal-awal merintis bisnis itu keluar masuk pasar becek. Awalnya saya
memasok sayur dan kedelai ke pasar-pasar tradisional di Jakarta. Saya
pernah membeli kedelai di Riau, Aceh, Palembang, terus saya bawa ke
Jakarta. Saya sedih juga, sarjana mainnya di pasar.
Sejak itu, saya lalu berjualan segala macam komoditas. Tekad saya
sudah bulat menjadi seorang pengusaha. Dari memasok sayur ke pasar
tradisional, pelan-pelan saya mulai ekspor. Antara lain pernah
mengekspor vanili. Lalu saya main di pupuk.
Untuk keperluan kantor, saya menyewa garasi rumah milik saudara saya
di daerah Jakarta Selatan. Dari keuntungan ekspor vanili, saya membuka
kantor di Setia Budi Building Kuningan, Jakarta, dan membangun PT
Emerald Putra Mandiri.
Sejak itu, bisnis saya terus berkembang hingga akhirnya sukses terjun
di bisnis pengolahan udang. Bisnis ini juga saya rintis dari nol.
Bermula dari pertemuan saya dengan pengusaha Jepang di sebuah seminar di
Jakarta.
Orang Jepang ini tengah membutuhkan dua kontainer sebulan, dan
menawarkan ke saya. Saya langsung bilang bisa! Padahal waktu itu belum
ada pabriknya. Saya optimistis dan bertekad bisa memenuhi permintaan
orang jepang itu.
Dari situ, saya lalu pergi ke Surabaya mencari pabrik pengolahan udang. Saya lalu membeli cold storage milik koperasi yang sudah mau mati. Ketika pengusaha Jepang ini datang berkunjung, pabrik sudah siap.
Bisnis saya terus berkembang hingga punya lima pabrik olahan udang di Aceh, Banyuwangi, Makassar, dan Surabaya. Di bisnis udang ini, saya sempat mendapat penghargaan Primaniyarta dari pemerintah. Namun, bisnis udang meredup saat krisis ekonomi tahun 1998 dan akhirnya tutup sekitar 2003. Waktu itu saya sendiri sudah memimpin Dani Prisma Group. Dani Prisma ini didirikan sebagai holding yang menghimpun perusahaan milik saya dan kakak-kakak saya.
Banyak masalah yang dihadapi di awal terbentuknya Dani Prisma. Sebab, kebanyakan usaha yang digabung ke Dani Prisma adalah bisnis yang tidak berkembang, sehingga butuh perbaikan.
Saya lalu melakukan business mapping. Usaha yang punya prospek dipertahankan, sedangkan yang prospeknya kurang bagus ditutup. Dari business mapping itu diputuskan agar Dani Prisma fokus pada tiga lini bisnis utama. Yaitu, bisnis makanan, agrikultur, dan properti.
Pemilihan bisnis makanan sebagai salah satu bisnis inti murni atas
saran ayahnya. Ayah saya bilang, apa pun yang terjadi di negeri ini,
produksi makanan tak akan mati karena dalam situasi apa pun orang butuh
makan. Ke depan, Dani Prisma ingin juga ekspansi ke sektor energi dengan
membangun pembangkit listrik bersumber energi terbarukan. (http://executive.kontan.co.id/news/kerja-keras-memang-kunci-sukses/2014/08/06)
No comments:
Post a Comment
Komentar