Presiden Direktur Microsoft Andreas Diantoro
Februari 2012, Andreas Diantoro bergabung dengan Microsoft
Indonesia. Pucuk pimpinan sebagai presiden direktur dipegangnya setelah
malang melintang selama belasan tahun di dunia teknologi informasi.
Siapa sangka jika pada masa kecilnya dulu Andreas pernah bekerja sebagai tukang angkut sampah?
Kesuksesan tak datang begitu saja. Andreas mengawali karier dari
bawah, meniti jalan hidup yang mengantarkannya dari gang-gang kawasan
Malioboro hingga melanglang buana ke banyak negara di seluruh dunia.
"Waktu kecil saya sering diajak kulakan ke Jakarta, cari barang naik
kereta ke pasar pagi. Di sinilah visi bisnis saya terbentuk," kata
Andreas.
Ia berkisah, dirinya pernah melakukan berbagai pekerjaan, mulai dari
bekerja sebagai pengangkut sampah hingga jadi pelipat seprai di rumah
sakit.
Namun, untuk mengetahui kisah Andreas, mari kita kembali ke asal-usulnya. Dari mana orang nomor satu Microsoft Indonesia ini berasal?
Cinta lokasi di lapangan basket
Andreas lahir pada 12 September 1968, dari pasangan orangtua yang
sama-sama atlet basket. Dalam sebuah Pekan Olahraga Nasional, sejoli
Diantoro (ayah Andreas) dan Juliana (ibu Andreas) pertama kali berjumpa.
Ketika itu, Diantoro merupakan atlet yang mewakili provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sementara Juliana membawa nama Jawa Tengah.
Pertemuan keduanya kemudian membuahkan rasa cinta yang berujung pada
buah hati mereka: Andreas Diantoro. Melihat latar kedua orangtuanya,
wajar bilamana kemudian tumbuh rasa suka yang mendalam terhadap basket
di dalam diri Andreas.
Saking cintanya, Andreas kecil bercita-cita menjadi atlet basket
profesional. Pada masa-masa awal sekolah, dia rutin bermain basket,
tujuh hari dalam seminggu.
"Prioritas saya dulu yang pertama basket, kedua basket, lalu ketiga
juga basket. Belajar itu nomor sekian," kata Andreas menerangkan
kesukaannya.
Ditentang Orangtua
Namun, hobi yang menjadi obsesi ini mendapat pertentangan. Datangnya
tak lain dari ayah yang khawatir anaknya tak bisa memperoleh penghidupan
dengan cara demikian.
Menurut Andreas, pada masa itu, hidup sebagai olahragawan memang
sulit. Orangtuanya pun menggantungkan nasib pada usaha toko alat-alat
kantor.
Maka dari itu, begitu mulai bersekolah di SMA Bopkri 1 Yogyakarta,
Andreas dengan berat hati mengikuti anjuran sang ayah. Dia membatasi
kegiatan basket dan menghabiskan lebih banyak waktu menyimak pelajaran.
Harapannya, dia bisa lulus ujian akhir Ebtanas dan mengikuti
Sipenmaru (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Kendati terpaksa mengorbankan basket, Andreas sempat memetik sejumlah pelajaran hidup dari olahraga kesukaannya itu.
"Olahraga penting untuk membangun karakter. Di sana ada teamwork,
kita belajar untuk bekerja sama dengan teman, mempelajari sikap, dan
membangun sportivitas. Semuanya hal-hal yang penting sekali untuk
kesuksesan," kata Andreas. Hingga kini, dia mengaku masih suka bermain
basket pada waktu luang.
Lalu, bagaimana Andreas bisa menjadi pengangkut sampah sampai kemudian jadi Presiden Direktur Microsoft Indonesia? Simak dalam tulisan selanjutnya. (tribunjogja.com)
No comments:
Post a Comment
Komentar